Cerpen - Broken Home
Broken Home
Senyuman
mengembang dibibirnya, wajahnya berseri – seri menandakan hati ibuku terharu
bahagia. Ia menyaksikan aku yang sedang berdiri diatas panggung megah ini
menggunakan toga dalam acara wisudaku. Akupun merasakan hal yang sama
dengannya. Terharu bahagia karena aku telah berhasil merubah hidupku, aku jadi
mengingat masa kelamku yang menyedihkan itu bagiku, bahkan bagi semua orang
terdekatku.
Saat
itu umurku baru berusia 15 tahun. Ya, namaku Viola aku duduk dibangku sekolah
menegah atas disalah satu kota metropolitan, aku tinggal bersama ayahku yang
sibuk bekerja selama hidupnya, aku terpaksa tinggal dirumah mewah ini karena
kedua orang tuaku “bercerai”, ya ituadalah kata – kata yang sangat aku benci.
Alasannya klasik karena ayahku merasa tidak cocok dengan ibuku, aku ingin
sekali tinggal bersama ibuku tapi apa daya ayahku memisahkan ku dengannya.
Aku sering sekali merasa kesepian dirumah
mewah ini, aku hanya tinggal bersama pembantu rumah tangga dan satpam rumah,
ayahku jarang pulang karena sibuk bekerja dan sering keluar kota. Tidak adanya
pertahian dari orang – orang terdekatku membuat aku lelah hingga frustasi,
sampai aku kenal dengan minuman keras.
Aku yang dulunya gadis polos,
sekarang menjadi hancur berantakan. Rutinitasku sehari – hari hanyalah bolos
seklah, pergi hang – out malamnya dan mabuk – mabukan, siapa yang peduli dengan
keadaanku? Tentu tidak ada seorangpun. Ayahpun mengetahui lambat laun
kebiasaanku, ia marah besar dan aku tidak mempedulikannya, “Kalau kamu kerjanya
hanya mabuk – mabukkan akan ayah berhentikan fasilitas – fasilitas yang ayah
beri padamu, dan tidakada lagi uang jajan apapun!” Acam ayahku dengan marah,
“Yasudah terserah ayah, aku bisa hidup mandiri!” jawabku dengan ragu.
Hari
berganti hari, seiring kali aku merasa iri oada temanku yang mendapat perhatian
dari kedua orang tuanya. Sahabatky selalu memotivasiku, tetapi aku hiraukan,
hingga sahabatku menghilang satu persatu karena sifatku yang egois ini, Dilain
sisi aku marah diriku sendiri, hidupku benar – benar berantakkan, siapapun
tidak ingin hidup sepertiku.
Waktu terus berjalan, kini ayahku
sudah menua ia pun sakit – sakitan, mungkin ia sibuk bekerja sampai sakit
begitu , “Apa yang kamu dapat setelah apa yang telah kamu perbuat? Bahkan
dirimu sendiri saja telah tiada” Ayahku sesekali berbicara padaku, tapi tetap
saja aku tidak mempedulikan omongan itu dan tetap diam.
Tanpa ku sadari sakitnya semakin
parah, dan iapun meninggal dunia. Saat itu aku merasa terpukul. Walau ia tidak
peduli denganku, namun ia tetaplah ayahku akupun mengingat kata – katanya dan
akuun menyesel karena tidak bisa membahagiakannya dihari akhirnya. Aku bukan
anak yang baik.
Aku
jadi menyadari, hidupkutidak bisa terus – terusan seperti ini. Aku sadar bahwa
tidak selamanya kita hidup dan kita bisa meninggal kapanpun, tapi apa daya aku
tidak bisa berbuat apa apa lagi, hanya seribu penyesalan dan satu keinginan
untuk merubah segalanya. Hingga suatu hari kulihat dari dalam kamar seorang
wanita menghampiri diriku, ya dia adalah ibuku yang kerumah menjemputku setelah
mendengar berita tentang ayahku, terlihat dari tatapannya ia benar benar shock
melihat keadaanku sekarang ini, aku hanya bisa terdiam diri melihat ibuku
memelukku sambil menangis.
Ibuku yang kukira tidak akan menerimaku justru
ialah yang membuat ku berubah, hari demi hari ibuku mengubah hidupku menjadi
jauh lebih baik, memotivasiku, mendorongku agar aku bisa berubah, aku pun kembali bersekolah dan terus giat belajar
karena mengejar pelajaran yang tertinggal sewaktu aku bolos sekolah.
Aku sekarang merupakan hasil
proses perubahan hidupku, aku bersyukur karena tuhan telah memberikan hidayah
dan kesempatan sekali lagi padaku untuk berubah, bahkan seorang ibu yang
melihat anaknya menderita ataupun buruk ia tetap akan membuat anaknya kembali
kejalan yang benar, aku benar benar berterima kasih pada tuhan. Aku pun tersadar
dari lamunanku segara saja aku menemui ibuku dan memeluknya, aku dan ibu pun
pulang kerumah.
Comments
Post a Comment